Malam Ke-1.000 Guardiola: City Lumat Liverpool 3-0, Doku Menyala, Haaland Menegaskan Dominasi

SKWNEWS – Manchester City merayakan laga ke-1.000 Pep Guardiola dalam karier kepelatihannya dengan cara paling menggema: menaklukkan Liverpool 3-0 dan memangkas jarak menjadi empat poin dari pemuncak klasemen Liga Primer, Arsenal. Di panggung besar yang sarat makna ini, City tampil sebagai tim yang matang, agresif, dan percaya diri, sekaligus mengirim pesan bahwa mereka adalah rival paling serius bagi Arsenal dalam perburuan gelar.

Pertandingan dimulai dengan ketegangan tinggi ketika kelincahan Jeremy Doku di sisi kiri menjadi sumber masalah tak berkesudahan untuk pertahanan Liverpool. Conor Bradley, yang beberapa hari sebelumnya sukses meredam Vinicius Junior saat menghadapi Real Madrid, kali ini kesulitan membendung percepatan dan trik winger Belgia itu. Momen krusial lahir ketika Doku memanfaatkan sapuan Ibrahima Konate terhadap Bradley, mengecoh Giorgi Mamardashvili, lalu tubuhnya terjepit dalam kontak yang membuat kubu City menuntut penalti. Wasit Chris Kavanagh sempat tak bergeming, namun setelah tinjauan VAR, ia menunjuk titik putih. Erling Haaland, yang telah mengemas 28 gol musim ini untuk klub dan negara, belum sekalipun mencetak gol penalti untuk City; catatan itu berlanjut karena eksekusi mendatarnya ditepis Mamardashvili. Sorak lega terdengar dari kubu tim tamu, tetapi kelegaan itu hanya sementara. City tetap menggenggam kendali permainan, mengalirkan bola dengan tempo yang tak surut dan variasi serangan yang memaksa Liverpool terus bertahan.

Tekanan tak henti itu akhirnya berbuah. Rayan Cherki sempat membuat bola berbelok melebar, Doku memaksa penyelamatan susulan, dan ketika ruang sepersekian detik terbuka, Haaland hadir seperti biasanya. Matheus Nunes melepaskan umpan lambung terukur, disambut sundulan melengkung Haaland pada menit ke-29 yang menaklukkan Mamardashvili—sebuah gol yang menjadi yang ke-99 bagi Haaland di Liga Primer. Penyerang Norwegia itu kini hanya absen mencetak gol dalam dua dari 18 penampilannya musim ini, sebuah konsistensi yang membuat lini belakang lawan selalu dalam keadaan siaga.

Liverpool sempat merayakan sejenak ketika sundulan Virgil van Dijk dari situasi sepak pojok mengarah ke sudut jauh gawang. Namun selebrasi itu sirna setelah hakim garis mengangkat bendera dan VAR menegaskan bahwa Andy Robertson, yang berada dalam posisi offside, dianggap mengganggu Gianluigi Donnarumma. Alih-alih menyamakan kedudukan, Liverpool justru tertinggal dua gol tak lama kemudian. Dari situasi bola mati yang lambat mereka antisipasi, Nico Gonzalez mendapat ruang untuk melepaskan tembakan. Bola membentur Van Dijk dan berbelok arah, mengecoh Mamardashvili yang sudah terlanjur bergerak—pukulan telak bagi tim tamu yang sepanjang babak pertama selalu setengah langkah di belakang.

Harapan Liverpool sempat menyala kembali di awal babak kedua ketika rangkaian umpan rapi antara Mohamed Salah dan Bradley membelah sisi kanan pertahanan City. Bola jatuh sempurna kepada Cody Gakpo, tetapi penyelesaiannya melambung saat gawang sudah terbuka. Dari peluang emas yang terbuang itu, ritme Liverpool kembali runtuh. City merespons dengan caranya: menahan bola, mengatur tempo, lalu menusuk pada momen ideal. Doku yang sejak awal menjadi duri di sisi kiri menutup malamnya dengan sebuah mahakarya. Ia memperdaya Konate dalam duel satu lawan satu, lalu melepaskan sepakan melengkung keras dari luar kotak penalti yang menghujam pojok atas—gol yang bukan hanya mengunci kemenangan 3-0, tetapi juga layak disebut sebagai salah satu penyelesaian terbaiknya selama tiga musim di Manchester.

Salah masih sempat menyia-nyiakan peluang matang 10 menit jelang bubaran, semakin merangkum hari yang serba tak pas bagi Liverpool. Arne Slot, meski timnya membutuhkan gol, memilih tidak menurunkan Alexander Isak yang diboyong seharga £125 juta dan masih belum fit. Keputusan itu kian menjadi sorotan, beriringan dengan evaluasi lebih luas terhadap perombakan skuad hampir £450 juta pada jendela transfer yang belum memberi dampak sesuai ekspektasi. Dalam konteks performa, Liverpool kini telah kalah empat kali dari lima laga liga terakhir, terperosok di posisi kedelapan dan tertinggal delapan poin dari puncak—sebuah kemunduran yang terasa kontras dibanding kemenangan 2-0 mereka di Etihad pada Februari lalu.

Bagi City, ini bukan hanya tiga poin. Rekor Arsenal yang menang 10 kali beruntun terhenti usai ditahan 2-2 oleh Sunderland sehari sebelumnya, dan City memanfaatkan celah itu dengan ketenangan khas juara. Tim asuhan Guardiola sudah memenangkan 11 dari 14 pertandingan terakhir di semua kompetisi; angka yang menggambarkan tim yang menemukan kembali ritme dan keganasannya. Dari struktur permainan yang rapi, ketenangan dalam penguasaan bola, hingga efisiensi di sepertiga akhir, City menunjukkan paket lengkap yang menandai tonggak ke-1.000 Guardiola dengan esensi sepak bola yang selalu ia perjuangkan.

Pada akhirnya, Etihad menjadi panggung pernyataan. Haaland menegaskan dirinya sebagai mesin gol yang tak kenal jeda, Doku memamerkan kualitas yang membuatnya mustahil diredam satu pemain, Gonzalez menjadi simbol kedalaman skuat, dan City—dengan semua keluwesan serta ketegasannya—mengirim sinyal keras ke seluruh pesaing. Dengan selisih yang kini menyempit dan Arsenal mulai tersentak, perburuan gelar kembali menghangat. Jika malam bersejarah ini adalah prolog untuk paruh musim berikutnya, maka City terlihat siap tidak sekadar menempel, tetapi juga menyalip, ketika kesempatan berikutnya datang.